Kendala Pembiayaan Bagi Hasil
Kendala dan Ilustrasi Pembiayaan Bagi Hasil di
Bank Umum Syariah
Vahrul Rozie
STIE Indonesia Banking School
Pembiayaan dalam
perbankan syariah
Pembiayaan atau financing ialah pendanaan yang
diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang
telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain,
pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang
telah direncanakan.
Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
disebutkan bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil.
Dalam pelaksanaan pembiayaan, bank syari’ah
harus memenuhi dua aspek yang sangat penting, yaitu:
a) Aspek syar‟i, di mana dalam setiap
realisasi pembiayaan kepada para nasabah, bank syari’ah harus tetap berpedoman
pada syariah Islam, antara lain tidak mengandung unsur maysir, garar, riba,
serta bidang usahanya harus halal.
b) Aspek ekonomi, yakni dengan tetap
mempertimbangkan perolehan keuntungan, baik bagi bank syari’ah maupun bagi
nasabah bank syariah.
Mudharabah adalah akad kerja sama
usaha dua pihak dimana pihak pertama (shahibul mall) menyediakan seluruh (100%)
modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara
mudaharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan
apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian bukan akibat
kelalaian pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau
kelalaian pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian
tersebut.
Dalam pembiayaan mudharabah dikenal
dengan principal-agent adalah hubungan yang dimana principal mendelegasikan
wewenang kepada agent dalam hal pengelolaan usaha sekaligus pengambil keputusan
dalam perusahaan. Maharani menyebutkan permasalahan yang timbul dalam hubungan
principal-agent yaitu :
1. Ketika pihak agent memiliki
kepentingan yang berbeda dengan principal sehingga masing-masing pihak berusaha
untuk memaksimalkan kepentingan mereka. Agent yang seharusnya menjalankan
amanah principal telah melanggar komitmen dengan tidak selalu bertindak untuk
kepentingan terbaik principal.
2. Sulit dan mahalnya bagi principal
untuk membuktikan usaha yang dilakukan agent.
3.Masalah pembagian risiko ketika
principal dan agent memiliki perbedaan risiko yang ditanggung.
Dalam akad mudharabah,
pemilik dana tidak diperbolehkan untuk ikut campur dalam masalah pengelolaan
usaha sehingga mudharib memiliki informasi yang lebih banyak dan menciptakan
peluang terjadinya asymmetric information.
Antonio mengemukakan bahwa risiko risiko yang terdapat dalam mudharabah,
terutama pada penerapannya pada pembiayaan, relatif tinggi. Di antaranya:
1. Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang
disebut dalam kontrak
2. Lalai dan kesalahan yang disengaja
3. Penyembunyian keuntungan oleh
nasabah bila nasabahnya tidak jujur.
Asimetri informasi merupakan kondisi yang
menunjukkan sebagian investor mempunyai informasi dan yang lainnya tidak
memilikinya, artinya tidak adanya keseimbangan informasi yang diterima oleh
masing-masing pihak. Sedangkan asimetri informasi mempunyai dua tipe yaitu:
1) Adverse
selection adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih
yang melangsungkan suatu transaksi usaha, atau transaksi usaha potensial
memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Adverse selection terjadi karena beberapa orang seperti manajer
perusahaan dan para pihak dalam (insiders)
lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek kedepan suatu perusahaan
daripada para investor luar.
2) Moral
hazard adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih
yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha atau transaksi
usaha potensial dapat mengamati tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian
transaksi-transaksi mereka sedangkan pihak-pihak lainnya tidak.
Khalil, et.al menyebutkan bahwa pada umumnya
terdapat tiga masalah utama keagenan yang terkait dengan akad mudharabah,
yaitu:
1) Besarnya ketidakpastian (uncertainty), artinya adalah kontrak
bagi hasil merupakan kontrak yang bisa dipastikan adanya ketidakpastian
pendapatannya. Khususnya pada perbankan syariah ketidakpastian ini berasal dari
hasil yang tergantung sepenuhnya pada keputusan investasi perusahaan yang
dibuat oleh agen. Lebih jauh agen tidak diawasi secara penuh oleh principal
(bank syariah), sehingga memiliki sejumlah kebebasan dan bisa berpeluang
menimbulkan masalah, misalkan agen tidak transparan dalam menyampaikan hasil
yang diperoleh.
2) Linieritas yang ekstrim (extreme linearity), maksudnya adalah
linier sharing antara hasil dengan kinerja dari proyek yang dihasilkan, hasil
akhir yang diharapkan tergantung sepenuhnya pada kemampuan/keterampilan
pengusaha (agent) dan tingkat usaha
yang dihasilkan;
3) Terkait dengan kekuatan untuk menentukan
pilihan/kebijakan (discretionary power).
Kontrak mudharabah juga merepresentasikan suatu kekuatan kebijakan semenjak
agen memulai menangani proyek dan mempunyai hak untuk membuat keputusan terkait
dengan investasi dan distribusi aliran kas berikutnya. Hal ini menimbulkan
keleluasaan yang penuh atas aset pengusaha, sama seperti yang dimiliki manajer
pada proyek sendiri tanpa menghadapi resiko kerugian secara keuangan.
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa akad/kontrak mudharabah memiliki risiko masalah keagenan
yang relatif tinggi, yaitu nasabah menggunakan dana tidak seperti yang tertera
dalam kontrak, Lalai dan kesalahan yang disengaja, penyembunyian keuntungan
oleh nasabahnya yang tidak jujur.
Dalam upaya mengatasi atau mengurangi masalah
keagenan, menurut Eisenhard salah satu asumsi masalah keagenan yaitu tentang
asymmetric information antara prinsipal dengan agen, mekanisme kontrol teori
agen menyatakan ada dua cara utama yang berkaitan dengan perbedaan tujuan dan
asymmetric information, yakni monitoring dan insentif. Sedangkan Jensen dan
Mackling menawarkan dua cara yang dapat dilakukan principal untuk mengurangi
risiko akibat tindakan agen yaitu pemilik modal melakukan pengawasan
(monitoring) dan agen sendiri melakukan pembatasan atas tindakan-tindakannya
(bonding), sehingga dapat mengurangi kesempatan penyimpangan yang dilakukan
oleh agen.
Karim juga menjelaskan untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya resiko asymmetric
information maka bank syariah menerapkan batasan-batasan tertentu ketika
menyalurkan pembiayaan kepada mudharibyaitu: Pertama, mudharib ikut dalam
penyertaan sehingga menurunkan kecurangan dalam tingkat yang signifikan karena
apabila mudharib melakukan kecurangan maka mudharib juga mendapatkan kerugian
atau mensyaratkan jaminan; Kedua, shahibul maal menetapkan batasan bagi
mudharib untuk melakukan bisnis yang memiliki resiko yang rendah; Ketiga,
transparansi keuangan khususnya pada pelaporan arus kas; Keempat, persyaratan
bagi mudharib untuk melakukan bisnis yang biaya tidak terkontrolnya rendah.
Batasanbatasan tersebut merupakan bagian dari proses monitoring bank syariah
dalam penyaluran pembiayaan mudharabah.
Soal kasus 1
mudharabah
Pada tanggal 5 januari 20XA ditandatangani
akad pembiayaan mudharabah antara BPRS minang raya dengan PT Ufi Widi senilai
100.000.000 untuk pembiayaan proyek renovasi 2 unit puskesmas dari pemerintah
kota padang . bagi hasil berdasarkan laba bruto proyek dengan komposisi 25%
untuk BPRS. Buat jurnal untuk rangkaian transaksi berikut.
1. 5 januari BPRS minang raya membuka rekening
komitmen administrative pembiayaan tersebut.
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Pos lawan
komitmen administratif pembiayaan
|
100.000.000
|
|
Kr. Kewajiban komitmen administratif
pembiayaan
|
100.000.000
|
Tanggal 5 januari BPRS membebankan biaya administrasi pembiayaan kepada PT Ufi Widi sebesar 0,2 % dari nilai pembiayaan. Pembebanan langsung dilakukan dengan mendebit rekening PT Ufi Widi
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Rekening
nasabah-PT Ufi Widi
|
200.000
|
|
Kr. Pendapatan
administratif *
|
200.000
|
*0,2% x 100.000.000 =
200.000
3.
Tanggal 10 januari
20XA, BPRS mencairkan pembiayaan sebesar 100.000.000 untuk pembiayaan mudharbah
pada proyek renovasi puskesmas yg dikelola oleh PT Ufi Widi
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Pembiayaan
mudharabah
|
100.000.000
|
|
Kr. Rekening nasabah-PT Ufi Widi
|
100.000.000
|
|
Db. Kewajiban
komitmen administratif pembiayaan
|
100.000.000
|
|
Kr. Pos lawan komitmen administratif
pembiayaan
|
100.000.000
|
4.
Tanggal 10 maret 20XA,
PT Ufi Widi melaporkan telah menerima uang proyek dari pemerintah untuk
puskesmas pertama dengan laba bruto sebesar 20.000.000 bagi hasil untuk BPRS
25% lansung diserahkan secara tunai pada tanggal 27 april 20XA
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Kas
|
5.000.000
|
|
Kr. Pendapatan
mudharabah*
|
5.000.000
|
*25% x 20.000.000 = 5.000.000
Tanggal 20 april 20XA,
PT Ufi Widi melaporkan telah menerima uang proyek dari pemerintah untuk
puskesmas kedua dengan laba bruto sebesar 16.000.00, bagi hasil untuk BPRS 25% dibayarkan secara tunai pada tanggal 27
april 20XA
Tanggal
|
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
20 April 2019
|
Db. Piutang bagi
hasil mudharah
|
4.000.000
|
|
Kr. Pendapatan mudharabah-akrual
|
4.000.000
|
||
27 April 2019
|
Db. Kas
|
4.000.000
|
|
Kr. Piutang bagi hasil mudharabah
|
4.000.000
|
||
Db. Pendapatan
mudharabah-akrual
|
4.000.000
|
||
Kr. Pendapatan mudharabah*
|
4.000.000
|
*25% x 16.000.000 = 4.000.000
6.
Tanggal 10 mei 20XA,
saat jatuh tempo PT Ufi Widi melunasi pembiayaan mudharabah secara tunai
sebesar 100.000.000
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Kas
|
100.000.000
|
|
Kr. Pembiayaan mudharabah
|
100.000.000
|
Studi Kasus 2 Musyarakah
Pada
tanggal 12 Januari 2019, BPRS Bangun Marwah Warga (BMW) dan Bapak Hendra
menandatangani akad musyarakah permanen untuk pembiayaan usaha fotokopi senilai
Rp40.000.000, yang terdiri dari Rp30.000.000 kontribusi BPRS dan Rp10.000.000
kontribusi Bapak Hendra. Bagi hasil didasarkan pada laba bruto (penjualan
dikurangi biaya kertas) dengan nisbah bagi hasil 20% BPRS dan 80% Bapak Hendra.
Bagi hasil disepakati untuk dibayar dan silaporkan setiap tanggal 20 mulai
bulan Februari. Pembiayaan musyarakah disepakati jatuh tempo tanggal 20 April
2019. Buatlah jurnal untuk transaksi berikut.
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Pos lawan komiten administrative
pembiayaan
|
30.000.000
|
|
Kr. Kewajiban komitmen administrative
pembiayaan
|
30.000.000
|
2. Tanggal 12
Januari (saat akad) BPRS membebankan biaya administrasi sebesar 0,2% dari nilai
pembiayaan dan langsung diambil dari rekening Bapak Hendra.
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Rekening nasabah hendra
|
60.000
|
|
Kr. Pendapatan administrative
|
60.000
|
*0.2%
X 30.000.000 = 60.000
Tanggal 20 Januari BPRS mentrasfer sebesar
Rp30.000.000 ke rekening Bapak Hendra sebagai pembayaran porsi investasi BPRS.
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Pembiayaan musyarakah
|
30.000.000
|
|
Kr. Rekening nasabah hendra
|
30.000.000
|
|
Db. Kewajiban komitmen administrative
pembiayaan
|
30.000.000
|
|
Kr. Pos lawan komitmen administrative pembiayaan
|
30.000.000
|
4. Tanggal 20
Februari 2019 Bapak Hendra melaporkan laba bruto usahanya sebesar Rp5.000.000
dan pada tanggal yang sama membayarkan secara tunai porsi bank sebesar 20% dari
laba bruto.
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Kas
|
1.000.000
|
|
Kr. Pendapatan
musyarakah
|
1.000.000
|
*20%
5.000.000 = 1.000.000
5. Tanggal 20
Maret 2019 Bapak Hendra melaporkan laba bruto usahanya sebesar Rp4.000.000
dan membayarkan secara tunai porsi bank sebesar
20% dari laba bruto pada tanggal 25 Maret 2019.
Tanggal
|
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
25/03/19
|
Db piutang bagi hasil musyarakah
|
800.0000
|
|
Kr. Pendapatan musyarakah akrual
|
800.000
|
||
25/03/19
|
Db. Kas
|
800.000
|
|
Kr. Piutang bagi hasil muyarakah
|
800.000
|
||
Db. Pendapatan musyarakah akrual
|
800.000
|
||
Kr. Pendapatan msyarakah
|
800.000
|
*20%
X 4.000.000 = 800.000
6. Tanggal 20
April 2019 Bapak Hendra melaporkan laba bruto usahanya sebesar Rp6.000.000 dan
pada tanggal yang sama membayarkan secara tunai porsi bank sebesar 20% dari
laba bruto.
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Kas
|
1.200.000
|
|
Kr. Pendapatan musyarakah
|
1.200.000
|
*20%
X 6.000.000 = 1.200.000
7. Tanggal 20
April 2019, saat jatuh tempo, Bapak Hendra melunasi pembiayaan musyarakah
sebesar Rp30.000.000 via debit rekening.
Rekening
|
Debit
(Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Rekening nasabah hendra
|
30.000.000
|
|
Kr. Pembayaran musyarakah
|
30.000.000
|
Sumber :
Aswadi Lubis. 2016. Agency problem dalam penerapan akad mudharabah pada perbankan syariah . ALQALAM vol.33, No 1 (januari - juni 2016)
Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim (2014). Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer (edisi 2). Jakarta: Salemba Empat.
Komentar
Posting Komentar